Rabu, 15 Juni 2011 07:23 wib
Pagi Ini PT Freeport Dilaporkan ke KPK
JAKARTA - Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS)  pagi ini akan melaporkan PT Freeport ke Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK). Laporan akan dimasukkan ke sekira pukul 10.00 WIB.
“Kami bermaksud untuk melaporkan dugaan kerugian negara sebesar   USD256.179.405,00 yang dilakukan PT Freeport Indonesia sejak 31 Juli  2003,” ujar Ketua Komite Eksekutif IHCS Ecoline Situmorang dalam siaran  pers kepada okezone di Jakarta, Selasa (16/6/2011).
Ecoline mengungkapkan, kerugian negara di atas akibat pembayaran royalti  emas satu persen dari harga jual kali tonnase yang dibayarkan oleh PT  Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia di bawah ketentuan PP No  45 Tahun 2003 yang mengatur besaran royalti emas sebesar 3,75 persen.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Freeport beroperasi di Indonesia  berdasarkan Kontrak Karya (KK) perpanjangan tahun 1991, di mana royalti  emas Freeport yang harus dibayarkan kepada pemerintah Indonesia sebesar 1  persen.
Namun sejak 31 Juli 2003 royalti pertambangan diatur dengan Peraturan  Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan  Pajak (PNBP) yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya  Mineral, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75 persen dari harga jual  kali tonnase.
“Namun untuk Freeport, hanya dikenakan sebesar satu persen dari harga  jual kali tonnase, padahal 3 persen saja, sudah sangat rendah  dibandingkan di negara-negara Afrika,” ungkapnya.
Sebelumnya, selama kurang lebih 25 tahun, Freeport hanya membayar  royalti tembaga kepada pemerintah sejak pertama kali masuk ke Papua  berdasarkan Kontrak Karya  Generasi Pertama (KK I) tahun 1967.
Freeport hanya melaporkan pihaknya menambang tembaga. Padahal pada tahun  1978, terbukti selain mengeksplorasi tembaga, Freeport juga  mengeksplorasi emas. Dan yang mencengangkan, sebgai bangsa yang  berdaulat, Negara Cq. Pemerintah waktu itu, tidak memberikan ”sanksi”  apapun terhadap Freeport kala itu.
Pasal 33 UUD 1945 memandatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang  menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk  sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara kemudian bisa sendiri atau  dengan pihak lain menyelenggarakan pengelolaan, dalam konteks ini  lahirlah Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport  Indonesia.
Ecoline menambahkan bahwasannya syarat sah perjanjian sebagaimana diatur  dalam pasal 1320 KUHPerdata Pasal 1320 BW, memerlukan empat syarat.  Yaitu Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat  suatu perikatan; Suatu hal tertentu; Suatu sebab yang halal. Pasal 1337  BW menyebutkan, ”Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh  undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau  ketertiban umum.”
Dalam konteks Kontra Karya, bahwa perjanjian telah tidak memenuhi syarat  sah karena bertentangan dengan PP 45 tahun 2003 harus dinyatakan  batal  demi hukum. Atas dasar Hak Menguasai Negara, seharusnya PP tersebut  mengikat PTFI, sehingga Pemerintah dan DPR melakukan renegoisasi Kontrak  Karya Freeport.  Namun nampaknya rakyat harus memberikan dorongan  bahkan tekanan lebih kepada Negara.
Sebenarnya, sambung dia, Presiden SBY telah merespons usulan dan  keresahan-keresahan rakyat terkait desakan agar Negara Cq. Pemerintah  dan DPR RI untuk segera merenegosiasi Kontrak-kontrak Karya Pertambangan  yang tidak adil bagi Bangsa Indonesia dengan mengatakan di berbagai  media massa awal Juni lalu, bahwa pemerintah segera akan merenegosiasi  kontrak-kontrak yang tidak adil.
Akan tetapi pernyataan tersebut buru-buru diikuti dengan mengatakan  bahwa renegosiasi dilakukan dengan tanpa mengurangi penghormatan  terhadap kontrak-kontrak yang masih berlaku, agar tidak menabrak asas  sanctity of contract (kesucian kontrak).
“Agar pernyataan ”positif” Pemerintah tersebut tidak hanya menjadi  pepesan kosong dan janji-janji semata, dan dimaksudkan sebagai bagian  dari dorongan dan tekanan rakyat kepada Negara, kami bermaksud untuk  melaporkan dugaan kerugian negara,” ungkapnya.
Menurut Ecoline, pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah  oleh UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi   menyebutkan ”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan  untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang  dapat merugikan keuangan Negara dan perekonomian negara dapat dipidana  penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun  dan paling lama 20  tahun.”
Begitu juga, dengan Laporan Kepala Unit Korupsi Internasional Biro  Penyelidik Investigasi (FBI) Amerika Serikat Gery Johnson yang  menyatakan bahwa terdapat sekian banyak Perusahaan AS yang beroperasi di  Indonesia terindikasi melakukan suap/korupsi terhadap Pejabat Indonesia
“Hal ini disampaikan pada Konferensi Internasional KPK-OECD yang  bertajuk Pemberantasan Penyuapan pada Transaksi Bisnis Internasional di  Nusa Dua Bali belum lama ini,” ujarnya.
Dua hal tersebut, kata dia, merupakan indikasi kuat bahwa patut diduga  Negara telah dirugikan keuangannya dan perekonomiannya akibat dari  Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan PT Freeport Indonesia sesuai  dengan kualifikasi Pasal 2 UU no. 31/1999 sebagaimana telah di ubah oleh  UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
http://news.okezone.com/read/2011/06...aporkan-ke-kpk
Buku Tamu
My Blog Fans
Tuesday, June 14, 2011
PT Freeport Dilaporkan ke KPK
Posted by Onigumono at 7:37 PM
  Subscribe to:
				
Post Comments (Atom)















 
 


 
 
 
 
 
 










0 comments:
Post a Comment