IKLAN

Buku Tamu

Visitors

My Blog Fans

SHARE ON

Tuesday, June 14, 2011

PT Freeport Dilaporkan ke KPK

Rabu, 15 Juni 2011 07:23 wib
Pagi Ini PT Freeport Dilaporkan ke KPK
JAKARTA - Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) pagi ini akan melaporkan PT Freeport ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan akan dimasukkan ke sekira pukul 10.00 WIB.

“Kami bermaksud untuk melaporkan dugaan kerugian negara sebesar USD256.179.405,00 yang dilakukan PT Freeport Indonesia sejak 31 Juli 2003,” ujar Ketua Komite Eksekutif IHCS Ecoline Situmorang dalam siaran pers kepada okezone di Jakarta, Selasa (16/6/2011).

Ecoline mengungkapkan, kerugian negara di atas akibat pembayaran royalti emas satu persen dari harga jual kali tonnase yang dibayarkan oleh PT Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia di bawah ketentuan PP No 45 Tahun 2003 yang mengatur besaran royalti emas sebesar 3,75 persen.

Lebih lanjut dia menjelaskan, Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya (KK) perpanjangan tahun 1991, di mana royalti emas Freeport yang harus dibayarkan kepada pemerintah Indonesia sebesar 1 persen.

Namun sejak 31 Juli 2003 royalti pertambangan diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75 persen dari harga jual kali tonnase.

“Namun untuk Freeport, hanya dikenakan sebesar satu persen dari harga jual kali tonnase, padahal 3 persen saja, sudah sangat rendah dibandingkan di negara-negara Afrika,” ungkapnya.

Sebelumnya, selama kurang lebih 25 tahun, Freeport hanya membayar royalti tembaga kepada pemerintah sejak pertama kali masuk ke Papua berdasarkan Kontrak Karya Generasi Pertama (KK I) tahun 1967.

Freeport hanya melaporkan pihaknya menambang tembaga. Padahal pada tahun 1978, terbukti selain mengeksplorasi tembaga, Freeport juga mengeksplorasi emas. Dan yang mencengangkan, sebgai bangsa yang berdaulat, Negara Cq. Pemerintah waktu itu, tidak memberikan ”sanksi” apapun terhadap Freeport kala itu.

Pasal 33 UUD 1945 memandatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara kemudian bisa sendiri atau dengan pihak lain menyelenggarakan pengelolaan, dalam konteks ini lahirlah Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia.

Ecoline menambahkan bahwasannya syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata Pasal 1320 BW, memerlukan empat syarat. Yaitu Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu; Suatu sebab yang halal. Pasal 1337 BW menyebutkan, ”Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Dalam konteks Kontra Karya, bahwa perjanjian telah tidak memenuhi syarat sah karena bertentangan dengan PP 45 tahun 2003 harus dinyatakan batal demi hukum. Atas dasar Hak Menguasai Negara, seharusnya PP tersebut mengikat PTFI, sehingga Pemerintah dan DPR melakukan renegoisasi Kontrak Karya Freeport. Namun nampaknya rakyat harus memberikan dorongan bahkan tekanan lebih kepada Negara.

Sebenarnya, sambung dia, Presiden SBY telah merespons usulan dan keresahan-keresahan rakyat terkait desakan agar Negara Cq. Pemerintah dan DPR RI untuk segera merenegosiasi Kontrak-kontrak Karya Pertambangan yang tidak adil bagi Bangsa Indonesia dengan mengatakan di berbagai media massa awal Juni lalu, bahwa pemerintah segera akan merenegosiasi kontrak-kontrak yang tidak adil.

Akan tetapi pernyataan tersebut buru-buru diikuti dengan mengatakan bahwa renegosiasi dilakukan dengan tanpa mengurangi penghormatan terhadap kontrak-kontrak yang masih berlaku, agar tidak menabrak asas sanctity of contract (kesucian kontrak).

“Agar pernyataan ”positif” Pemerintah tersebut tidak hanya menjadi pepesan kosong dan janji-janji semata, dan dimaksudkan sebagai bagian dari dorongan dan tekanan rakyat kepada Negara, kami bermaksud untuk melaporkan dugaan kerugian negara,” ungkapnya.

Menurut Ecoline, pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan ”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara dan perekonomian negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.”

Begitu juga, dengan Laporan Kepala Unit Korupsi Internasional Biro Penyelidik Investigasi (FBI) Amerika Serikat Gery Johnson yang menyatakan bahwa terdapat sekian banyak Perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia terindikasi melakukan suap/korupsi terhadap Pejabat Indonesia

“Hal ini disampaikan pada Konferensi Internasional KPK-OECD yang bertajuk Pemberantasan Penyuapan pada Transaksi Bisnis Internasional di Nusa Dua Bali belum lama ini,” ujarnya.

Dua hal tersebut, kata dia, merupakan indikasi kuat bahwa patut diduga Negara telah dirugikan keuangannya dan perekonomiannya akibat dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan PT Freeport Indonesia sesuai dengan kualifikasi Pasal 2 UU no. 31/1999 sebagaimana telah di ubah oleh UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
http://news.okezone.com/read/2011/06...aporkan-ke-kpk

0 comments:

Post a Comment

Followers