Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).”
DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam:88).
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam Shahihnya dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa aalihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan omongan dusta dan tidak pula meninggalkan perbuatan tercela dalam puasanya, maka tidak ada keperluan bagi Allah untuk dia meninggalkan makanan dan minumannya”. (HR Bukhari hadits ke 1903)
Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa aalihi wasallam :
“Bukannya puasa itu hanya meninggalkan puasa dan minum. Hanyalah yang dinamakan puasa itu ialah mereka yang meninggalkan perbuatan sia-sia dan juga meninggalkan omongan keji. Maka bila ada yang mencerca engkau atau berbuat dengan perbuatan bodoh terhadapmu, maka katakanlah kepadanya : Sesungguhnya aku dalam keadaan puasa”. (HR. Hakim dalam Mustadraknya jilid halaman 430 – 431 dari Abi Hurairah)
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam Shahihnya dibawah judul Babus Siwakir Rathbi Wal Yabisi Lis Shaaimi , beliau menyatakan : “Dan telah disebutkan dari Aamir bin Rabi’ah bahwa beliau menyatakan : Aku melihat Rasulallah shallallahu alaihi wa aalihi wasallam bersiwak dalam keadaan berpuasa dan aku tidak menghitungnya atau mengetahui berapa kali beliau berbuat demikian”.
sebagaimana hal ini telah diberitakan oleh A’isyah Radhiyallahu anha : “Rasulullah shallallahu alaihi wa aalihi wasallam mencium istrinya dalam keadaan puasa dan beliau bermesrahan dengan istrinya dalam keadaan berpuasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsu dari perkara yang terlarang terhadap orang yang berpuasa”. (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
sebagaimana hal ini dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa aalihi wasallam sebagaimana telah diberitakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dan telah diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam Shahihnya dalam hadits ke 1938.
sebagaimana hal ini diberitakan oleh A’isyah dan Ummu Salamah yang keduanya adalah termasuk istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa aalihi wasallam dan telah diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya.
Karena beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkumur dan ber-istinsyaq (memasukkan air ke hidung kemudian menghembuskannya) dalam keadan puasa, tetapi melarang orang yang berpuasa berlebihan ketika ber-istinsyaq.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “.... Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa" [Hadits Riwayat Tirmidzi 3/146, Abu Daud 2/308, Ahmad 4/32, Ibnu Abi Syaibah 3/101, Ibnu Majah 407, An-Nasaai no. 87 dari Laqith bin Shabrah, sanadnya SHAHIH]
Benda-benda ini tidak membatalkan puasa, baik rasanya yang dirasakan di tenggorokan atau tidak. Inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam risalahnya yang bermanfaat dengan judul Haqiqatus Shiyam serta murid beliau yaitu Ibnul Qayim dalam kitabnya Zadul Ma'ad, Imam Bukhari berkata dalam shahhihnya (4/153-Fath) hubungkan dengan Mukhtashar Shahih Bukhari 451 karya Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah, dan Taghliqut Ta'liq 3/151-152: "Anas bin Malik, Hasan Al-Bashri dan Ibrahim An-Nakha'i memandang, tidak mengapa bagi yang berpuasa".
Bukhari menyatakan dalam kitab Shahihnya [lihat maraji’ di atas] Bab Mandinya orang yang puasa, Umar membasahi bajunya dengan air untuk mendinginkan badannya karena haus ketika puasa kemudian dia memakainya ketika dalam keadaan puasa. As-Sya'bi masuk kamar mandi dalam keadaan puasa. Al-Hasan berkata: "Tidak mengapa berkumur-kumur dan memakai air dingin dalam keadaan puasa". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan. [Hadits Riwayat Abu Daud 2365, Ahmad 5/376,380,408,430 sanadnya shahih]
Judul Asli : Shifat shaum an- Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al Islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia: Sifat Puasa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.